Laman

Jumat, 28 September 2012

Penduduk, Angkatan Kerja, Pendidikan dan Kesehatan Kabupaten Wakatobi

30 persen dari total belanja daerah Wakatobi digunakan untuk belanja pegawai. Jumlah penduduk Kabupaten Wakatobi meningkat dari 101 ribu jiwa pada tahun 2008, menjadi 103 ribu jiwa pada tahun 2009. Secara mate-matis penduduk naik 1,92 persen pada tahun 2009. Meningkatnya jumlah penduduk berdampak pada tingkat kepadatan penduduk. Tingkat kepadatan penduduk meningkat dari 123 jiwa/km2, menjadi 126 jiwa/km2. Jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Hal ini ditunjukkan oleh sex ratio yang nilainya 94. Pada tahun 2009, untuk setiap 100 penduduk perempuan terdapat 94 penduduk laki-laki. Atau penduduk perempuan 6 persen lebih banyak dari penduduk laki-laki. Rasio Penduduk usia muda (<15 tahun) di Wakatobi yang merupakan ciri penduduk “muda” masih menunjukan persentase yang tinggi, mencapai 41,05 persen pada tahun 2009. Lebih lanjut, angka beban tanggungan tahun 2009 sebesar 88 persen, menunjukan perbandingan banyaknya orang yang tidak produktif (umur dibawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas) dengan banyaknya orang yang termasuk produktif secara ekonomi (15 – 64 tahun). Artinya, setiap 100 orang produktif menanggung 89 orang tidak produktif. Struktur penduduk Kabupaten Wakatobi masih berbentuk piramida. Yang menarik adalah jumlah penduduk usia 0-4 tahun lebih rendah dibandingkan penduduk usia 5-9 tahun.Hal ini menunjukan semakin menurunnya jumlah kelahiran, disertai lambatnya tingkat kematian pada usia tua.
Tari Kenta-Kenta Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi
Jumlah penduduk pulau Wangi-Wangi lebih banyak dibanding penduduk gabungan 3 pulau Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Angkatan kerja di Wakatobi terus menunjukan peningkatan setiap tahunnya. Hingga tahun 2009, tingkat partisipasi angkatan kerja mencapai 71,02 persen. Hal ini berarti setiap 100 penduduk usia 15 tahun keatas terdapat 71 orang diantaranya terkategori angkatan kerja. Dapat dikatakan pula bahwa sekitar 71 persen penduduk usia kerja aktif dalam kegiatan ekonomi. Pasar tenaga kerja Wakatobi menunjukan peningkatan selama periode 2007-2009 yang ditandai dengan tingginya angka kesempatan kerja. Pada tahun 2007, tingkat kesempatan kerja sebesar 89,24 persen. Di tahun 2009, TKK telah mencapai 93,24 persen. Hal ini berarti bahwa dari 100 orang angkatan kerja, rata-rata 93 orang sudah bekerja.
Permainan Rakyat Hekansalu dan Edaroji Tindoi Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi

Hasil Podes mencatat sebanyak 72 dari 100 desa di Wakatobi, memiliki penduduk yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia. Tingkat pengangguran relatif turun dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2007, tingkat pengangguran sebesar 10,76 pesen. Persentase ini mengalami penurunan sampai sebesar 6,76 persen di tahun 2009. Hal ini berarti setiap 100 angkatan kerja, rata-rata 7 orang belum bekerja. Penurunan tingkat pengangguran menunjukan semakin banyaknya angkatan kerja yang terserap dalam dunia kerja. Pengangguran terdidik menggambarkan ketersediaan lapangan kerja bagi para tenaga kerja terdidik. Pada tahun 2009, tingkat pengangguran terdidik sebesar 13,86 persen. Hal ini berarti dari 100 orang yang berpendidikan SMA keatas, rata-rata sekitar 14 orang yang sedang mencari kerja.
Upacara Hari Ulang Tahun Pramuka Tahun 2012 di Lapangan Merdeka Wakatobi.

Sebanyak 39 persen pengangguran berpendidikan SMA. Ketidakmampuan ekonomi menyebabkan mereka tidak melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Sebagian besar pekerja di Wakatobi bekerja di sektor primer (pertanian) mencapai 57,58 persen. Lain halnya dengan sektor sekunder, hanya 9,22 persen penduduk yang bekerja di sektor ini (penggalian, industri, energi, dan konstruksi). Pada sektor tersier, tenaga kerjanya mencapai 33,32 persen dari total angkatan kerja. Keterlibatan perempuan dalam setiap sektor juga bervariasi. 61 dari 100 pekerja perempuan adalah pekerja primer. Sedangkan laki-laki, 35 dari 100 pekerja bekerja di sektor tersier. Rata-rata setiap pekerja bekerja selama 34 jam seminggu. Hal ini mencerminkan produktifitas pekerja. Penduduk yang bekerja <35 jam seminggu dikategorikan setengah menganggur. Berdasarkan klasifikasi itu, separuh pekerja terkategori setengah pengangguran. Berdasarkan gender, rata-rata 43 dari 100 pekerja laki-laki merupakan setengah menganggur, serta 59 dari 100 pekerja perempuan juga merupakan setengah penganggur.
 Tari Silat Tindoi Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi
Sebanyak 1 dari 4 orang tenaga kerja di Wakatobi merupakan pekerja keluarga. Berdasarkan jenis pekerjaan, sebagian besar tenaga kerja bekerja sebagai tenaga usaha pertanian mencapai 55,67 persen. Hal ini erat kaitannya dengan tingkat pendidikan tenaga kerja yang rendah (SD kebawah) mencapai 60 persen. Demikian halnya dengan tenaga kerja sebagai tenaga professional, tenaga kepemimpinan, serta pejabat pelaksana dan Tata usaha mencapai 11,11 persen. Hal ini juga erat kaitannya dengan tenaga kerja dengan pendidikan tinggi (SMA keatas) sebanyak 21 persen. Proses kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung apabila tersedia komponen sekolah, murid dan tenaga pengajar. Pada tahun 2009, terdapat 212 unit sekolah, 1.413 orang guru, serta 26.684 siswa di Kab. Wakatobi. Angka ini secara kuantitas mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Tingkat ketercukupan tenaga pengajar di suatu sekolah dapat dilihat melalui indikator rasio murid guru. Rasio Murid-Guru memperlihatkan beban guru, yaitu rata-rata banyaknya siswa yang berada di bawah pengawasan seorang guru. Rasio murid guru tahun 2008 sebesar 19,43. Angka ini menurun menjadi 18,88 ditahun 2009.
Pengunjung dalam rangka Sail Morotai di Kabupaten Wakatobi

Pada usia 7-15 tahun, APS perempuan lebih dibanding laki-laki. Sebaliknya pada usia 16-18 tahun, APS laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan Keikutsertaan penduduk usia sekolah untuk bersekolah yang ditunjukan dengan angka partisipasi sekolah menurut kelompok umur terus mengalami peningkatan. Pada usia 7 tahun, hanya rata-rata 3 dari 100 orang penduduk usia sekolah sedang bersekolah. Pada usia 13-15 tahun, rata-rata 89 dari 100 orang penduduk usia sekolah sedang tidak sekolah. Jika dihubungkan dengan program wajib belajar 9 tahun, maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar penduduk usia sekolah telah menyelesaikan program tersebut. Berdasarkan kelompok umur, terlihat bahwa semakin ke bawah, persentase penduduk usia sekolah yang bersekolah semakin berkurang. Pada usia 16-18 tahun, rata-rata 1 dari 4 penduduk usia sekolah sedang tidak sekolah. Namun, ini lebih baik tahun sebelumnya. Dengan rata-rata 2 dari 4 penduduk usia sekolah sedang tidak sekolah. Derajat pendidikan yang ditunjukan oleh kemampuan baca tulis menyisakan fakta yang perlu ditindaklanjuti. Sebanyak 90,53 persen penduduk di atas 10 tahun mampu baca tulis. Masih ada sekitar 9,47 persen penduduk Wakatobi buta huruf. Menurut jender pun terlihat bahwa 6,01 persen penduduk laki-laki buta huruf serta 12,85 persen penduduk wanita juga masih buta huruf. Perbedaan ini sedikit mengindikasikan bahwa penduduk laki-laki memiliki kesempatan sekolah yang lebih besar disbanding penduduk perempuan. Rata-rata lama sekolah penduduk di atas 10 tahun Wakatobi telah mencapai 7,2 tahun. Artinya, rata-rata penduduk berhenti di kelas II SMP. Menurut jender, rata-rata lama sekolah lak-laki sebesar 7,84 tahun. Atau rata-rata penduduk di atas 10 tahun berhenti di kelas 2 SMP. Sedangkan rata-rata lama sekolah perempuan sebesar 6,66 tahun. Atau penduduk perempuan rata-rata berhenti di kelas 1 SMP. Perbedaan ini juga sekaligus membenarkan perbedaan kesempatan sekolah antara laki-laki dan perempuan di Wakatobi.
Kegiatan Pramuka di Kabupaten Wakatobi
 
Sebanyak 10,72 penduduk Wakatobi usia 10 tahun ke atas tidak/belum pernah sekolah. Kesadaran penduduk tentang pendidikan terus meningkat ditandai dengan semakin berkurangnya penduduk yang tidak tamat SD diikuti bertambahnya penduduk yang tamat SMA ke atas. Dalam 2 tahun terakhir, persentase penduduk yang tidak tamat SD turun dari 30,03 persen pada tahun 2008, menjadi 26,44 persen di tahun 2009. Demikian pula pada pendidikan tinggi, pada tahun 2008, penduduk yang sudah menamatkan perguruan tinggi mencapai 3,42 persen meningkat menjadi 5,07 persen di tahun 2009. Tingkat Kesakitan terlihat dari seberapa sering dan tenggang waktu penduduk mengalami keluhan kesehatan. Penduduk Wakatobi paling banyak mengalami keluhan panas (31,10%), batuk (26,35%) dan flu (21,45%). Keluhan kesehatan tersebut berhubungan dengan gaya hidup sehat masyarakat. Hasil pantauan Dinas Kesehatan Wakatobi di tahun 2009, rumah yang telah menerapkan pola hidup sehat sebanyak 49,13 persen. Dalam penyembuhan keluhan kesehatan, sebagian besar masyarakat masyarakat memilih puskesmas untuk berobat yaitu mencapai 69,10 persen. Puskesmas tersebar di semua Kecamatan di Wakatobi, sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat. Selain itu, Pemerintah Wakatobi menerapkan pengobatan gratis bagi masyarakat. Selain puskesmas, masyarakat juga memilih rumah sakit dan dokter praktik untuk berobat.
 Seni Kasida Rebana Binongko Kabupaten Wakatobi
Anggaran kesehatan tahun 2009 sebesar 34,8 miliar rupiah atau 8,45 persen dari total Belanja Pemda Wakatobi. Sehingga, rata-rata anggaran kesehatan perkapita penduduk Wakatobi mencapai 336 ribu rupiah. Ketersediaan sarana kesehatan menjangkau seluruh desa di Wakatobi. Hingga tahun 2009, sarana kesehatan di Wakatobi meliputi 1 unit rumah sakit, 30 unit puskesmas, 70 unit poskesdes, dan 4 klinik. Pada tahun 2009, rasio dokter sebesar 9,7. Artinya 1 dokter melayani 10.342 pasien. Sedangkan standar nasional, rasio dokter sebesar 40, atau 1 dokter melayani 2.500 pasien. Demikian pula untuk bidan dan perawat, hingga tahun 2009 belum memenuhi target yang ditetapkan pemerintah. Angka persalinan terakhir ditolong tenaga kesehatan terus meningkat dari 41,95 persen di tahun 2007 menjadi 50,18 persen pada tahun 2009. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pengetahun penduduk tentang keselamatan ibu dan bayi yang dilahirkan cukup tinggi. Namun demikian, persalinan dibantu dukun bersalin juga frekuensinya masih tinggi mencapai 49,82 persen. Angka harapan hidup diartikan sebagai perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur. AHH penduduk Wakatobi telah mencapai 67,95 (tahun) di tahun 2009. Hal ini berarti setiap bayi yang baru lahir diperkirakan mampu mencapai umur 68 tahun. Peningkatan ini secara teori berhubungan dengan membaiknya kondisi social ekonomi, kesehatan, serta lingkungan. Angka kematian bayi diartikan sebagai kematian yang terjadi pada bayi sebelum mencapai usia satu tahun. Pada tahun 2009, AKB sebesar 20 per-1000 kelahiran hidup. Angka ini juga berhubungan lansung keadaan social ekonomi keluarga serta teknologi pengobatan (medical advences). Dibandingkan pula dengan target pemerintah pusat sebesar 40, Wakatobi telah berhasil memenuhinya.
Tari Helamba Kapota Wangsel Kabupaten Wakatobi

Pada tahun 2009, tercatat dari 19,2 ribu pasangan usia subur (PUS), sekitar 13,4 ribu PUS merupakan akseptor aktif KB dan 2,9 ribu (PUS) merupakan akseptor baru KB. Dengan pemberian imunisasi yang lengkap diharapkan seseorang mempunyai imun terhadap penyakit tetanus, polio, campak, hepatitis B. Hasil perhitungan Dinkes Wakatobi, sebanyak 70,90 persen bayi sudah diimunisasi lengkap. Hal ini berarti 3 dari 10 bayi belum memperoleh imunisasi lengkap (Imunisasi BCG, DPT,Polio, Campak, dan imunisasi hepatitis). Salah satu indikasi rumah sehat menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) adalah rumah tinggal yang memiliki luas lantai perkapita minimal 10 m2. Luas lantai minimal per rumah tangga minimal 50 m2 karena rata-rata penduduk per rumah tangga Wakatobi tahun 2009 sebesar 4,2. Pada tahun 2009 masih ada sekitar 30,8 persen rumahtangga dengan luas lantai kurang dari 50 m2. Kualitas rumah tempat tinggal merupakan cermin nyata kesejahteraan penghuninya. Lantai terluas terbuat dari tanah mencirikan rumah tidak sehat. Tiap tahun persentase rumah dengan lantai tanah semakin berkurang, hingga menjadi 3,60 persen di tahun 2009. layak terbuat dari beton, genteng, sirap, seng, dan asbes. Rumah dengan atap layak meningkat dari 86,48 persen di tahun 2008 hingga mencapai 88,79 persendi tahun 2009.


Koperasi di Kabupaten Wakatobi

Kebijaksanaan pemerintah dalam pembinaan koperasi ditujukan agar koperasi menjadi lembaga ekonomi yang kuat dan menjadi wadah utama untuk membina kemampuan usaha mikro kecil. Koperasi yang ada di Kabupaten Wakatobi terdiri dari Koperasi KUD dan koperasi Non KUD. Pada tahun 2009, jumlah koperasi KUD mencapai 24 buah dengan jumlah anggota sebanyak 3.411 orang. Jumlah koperasi KUD terbanyak terdapat di Kecamatan Wangi-Wangi selatan sebanyak 6 buah. Dengan jumlah anggota sebanyak 999 anggota. Total simpanan yang ada pada seluruh koperasi KUD di Wakatobi mencapai 1.402 juta rupiah. Sedangkan volume usaha koperasi KUD mencapai 3,00 miliar rupiah. Pada tahun 2009, jumlah koperasi non KUD mencapai 135 buah dengan jumlah anggota sebanyak 4.423. Jumlah koperasi KUD terbanyak terdapat di Kecamatan Tomia Timur sebanyak 24 buah dengan jumlah anggota sebanyak 1.096. Total simpanan yang ada pada seluruh koperasi KUD di Wakatobi mencapai 2.494 juta rupiah. Sedangkan volume usaha koperasi KUD mencapai 5,26 miliar rupiah.

Epu-epu penganan yang dijual di PKL Lakamali Kabupaten Wakatobi

Tari Honari Mosega Desa Liya Kabupaten Wakatobi

Tari Psepaa di Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi


Kepulauan Tukang Besi (Wakatobi)

Kepulauan Tukang Besi adalah gugusan pulau-pulau yang terletak sebelah tenggara provinsi Sulawesi Tenggara. Sejak tahun 2003 kepulauan ini menjadi sebuah kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Buton yang dikenal dengan nama Kabupaten Wakatobi dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah utara, timur, dan barat berbatasan dengan laut banda, sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan laut flores. Secara astronomis Wakatobi berada pada 5°00' dan 6°25' Lintang Selatan dan antara 123°34' dan 124°64' Bujur Timur. Luas wilayah Wakatobi sebesar 823 km2 sekitar 1,12 persen dari total Iuas daratan Sulawesi Tenggara.

Luas Daratan Wakatobi hanya 4,5% dari total luas wilayah Wakatobi. Sejak tahun 1996, Wakatobi ditetapkan sebagai wilayah konservasi dengan status Taman Nasional. Secara oceanografi, Wakatobi terletak di jantung segitiga karang dunia (triangle centre). Wakatobi memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di Dunia yakni 750 jenis karang dari 850 spesies karang dunia.

Unesco menetapkan perairan laut Wakatobi Indonesia sebagai salah satu Cagar Biosfir Dunia diantara 20 cagar biosfir baru lainnya dalam sidang ke 24 International Coordinating Council (ICC) of the Man and the Biosphere (MAB) Programme pada tanggal 11 - 13 Juli 2012 di Paris.
 
Karang atol kaledupa merupakan karang atol terpanjang di dunia. Suhu udara rata-rata di Sulawesi Tenggara tahun 2009 berkisar antara 22,3°C sampai dengan 34,4°C. Kelembaban udara rata-rata bervariasi antara 71 persen sampai dengan 86 persen. Rata-rata kecepatan angin 4 knot/detik. Curah hujan tertinggi sebesar 288,2 mm dan hari hujan sebanyak 107 hari. Sebagian besar desa di Wakatobi merupakan daerah pesisir mencapai 88 desa, sedangkan sisanya sebanyak 12 desa merupakan daerah lereng dan dataran.
 Seni bela diri Silat Binongko Kabupaten Wakatobi

Hasil industri kerajinan Pandai Besi Binongko Kabupaten Wakatobi

Kamis, 27 September 2012

Perdagangan di Kabupaten Wakatobi

Kegiatan yang dicakup dalam perdagangan meliputi kegiatan membeli dan menjual barang, baik barang baru  maupun bekas, untuk tujuan penyaluran/ pendistribusian tanpa mengubah sifat barang tersebut. Saat ini komoditas perdagangan yang dicakup adalah hasil pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, penggalian, dan industri. Pada tahun 2009, terdapat sekitar 18.881 ton komoditas yang diperdagangkan tercatat. Komoditi yang paling banyak diperdagangkan adalah barang-barang industri. Namun demikian, beberapa komoditas belum tercatat baik seperti peternakan dan kehutanan. Beras adalah hasil pertanian tanaman pangan yang diperdagangkan di Wakatobi. Wakatobi tidak menghasilkan beras, sehingga seluruh kebutuhan beras di Wakatobi di supply dari impor. Total beras masuk tercatat selama tahun 2009 adalah 1.550 ton Sebagai daerah pantai, maka kelapa banyak diusahakan oleh penduduk Wakatobi. Hasil olahan kelapa yakni kopra diekspor ke luar tercatat hingga mencapai 145 ton. Demikian pula untuk hasil perikanan. Dengan pantainya yang kaya akan berbagai jenis ikan, Wakatobi juga banyak melakukan ekspor hasil laut. Tahun 2009, tercatat Wakatobi mengekspor 1.317 ton ikan keluar. 

Wakatobi sebagai daerah otonom baru, melakukan banyak pembangunan jalan. Untuk itu dibutuhkan bahan baku aspal impor. Tahun 2009, tercatat Wakatobi mengimpor 585 ton aspal serta 5.030 ton semen. Selain itu, Wakatobi juga melakukan perdagangan hasil industri baik sebagai distributor maupun sebagai konsumen. Tahun 2009, tercatat Wakatobi mengimpor barang-barang industri sebanyak 16.746 ton. 

 Salah satu Pasar Tradisional yang dibangun oleh Kementrian Koperasi UKM dan Pemda Wakatobi di Kecamatan Tomia Timur Kabupaten Wakatobi.

Sarana perekonomian yang tersedia di Kabupaten Wakatobi tahun 2009 terdiri dari kios pertanian, pasar non bangunan, mini market, restoran, toko, warung dan pasar tradisional yang tersebar disemua kecamatan.

Industri di Kabupaten Wakatobi

Hingga tahun 2009 di Kabupaten Wakatobi belum terdapat industri besar dan industri sedang, hanya terdapat sejumlah industri kecil dan kerajinan rumah tangga. Jumlah industri kecil sebanyak 19 unit dengan tenaga kerja sebanyak 102 orang, sedangkan industri kerajinan rumah tangga (home industri) sebanyak 1.067 unit dengan tenaga kerja sebanyak 1.217 orang. Dari 8 Kecamatan yang ada di Kabupaten Wakatobi, kecamatan Wangi-Wangi merupakan kecamatan yang paling banyak industrinya. Terdapat sebanyak 252 unit industri yang menyerap tenaga kerja sebanyak 266 orang. Di kecamatan Wangi-Wangi Selatan terdapat terdapat industri sebanyak 212 unit dengan tenaga kerja sebanyak 266 orang. Sedangkan yang paling sedikit industrinya adalah Kecamatan Kaledupa Selatan dengan 64 unit yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 79 orang.

Pada perkembangan selanjutnya telah dibangun Pabrik Es dan pabrik Ikan Kaleng di Pulau Wangi-Wangi, Pabrik Rumput Laut di Pulau Kaledupa, pengembangan industri Pandai Besi di Pulau Binongko dan pengembangan industri wisata Bahari di Pulau Tomia, dengan demikian semua pulau besar di kabupaten Wakatobi telah disiapkan sebagai kawasan industri kelautan sesuai dengan potensi yang dimiliki masing-masing pualau tersebut.

Mentri PDT RI menerima hadiah sebuah Parang dari seorang pengrajin Pandai Besi Binongko Kabupaten Wakatobi.

Penyambutan Tamu di Pulau Binongko Kabupaten Wakatobi.


Perairan Kabupaten Wakatobi

Kabupaten Wakatobi sebagian besar terdiri perairan laut yakni sekitar 95,71 % sedang luas daratanya hanya mencapai 4,29 %, Kabupaten Wakatobi merupakan gugusan Pulau-Pulau Kecil bahkan dapat dikatakan Gugusan pulau sangat kecil, berjumlah 48 buah dengan potensi sangat menonjol yaitu kekayaan hasil laut dan memiliki panorama yang indah. Dari ke 48 gugusan pulau dimaksud antara lain: P. Anano, P. Binongko, P. Cowo-Cowo, P. Hoga, P. Kaledupa, P. Kampenanune, P. Kapetana, P. Kantiole, P. Lintea Selatan, P. Lintea Utara, P. Moromaho, P. Ndaa, P. Runduma, P.Sumanga, P. Tengah, P.Tiga, P. Timor, P. Tokobao, P.Tolandona, P. Tomia, P. Wangi-Wangi, dan P. Derawa.

Tari Duata di Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi


Kabupaten Wakatobi

Kabupaten Wakatobi terletak di kepulauan Jazirah Tenggara pulau Sulawesi. Secara geografis, Wakatobi terletak di bagian selatan garis khatulistiwa, memanjang dari Utara ke Selatan di antara 5.000 – 6.250 Lintang Selatan (sepanjang ± 160 km) dan membentang dari Barat ke Timur diantara 123.340 - 124.640 Bujur Timur (sepanjang ± 120 km). Pada tahun 1995 Pemerintah RI melalui Menteri Kehutanan menetapkan Wakatobi sebagai Taman Wisata Alam Laut (SK Menteri Kehutanan RI Nomor 462/KPTS-II/1995). Hal ini ditetapkan mengingat Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu wilayah yang memiliki keanekaragaman hayati laut yang
terlengkap di Dunia. Selanjutnya pada Tahun 1996 ditingkatkan statusnya menjadi wilayah Konservasi dengan status Taman Nasional (SK Menteri Kehutanan RI Nomor 393/KPTS-VI/1996, Tanggal 30 Juni 1996 dan ditetapkan berdasarkan SK Menhut Nomor 7651/KPTS-II/2002 tanggal 19 Agustus 2002.

Wakatobi terdapat pada pusat segit tiga karang dunia (Coral Triangle Center), memiliki jumlah keanekaragaman hayati kelautan tertinggi di dunia yakni 750 jenis karang dari 850 spesies karang dunia, 900 jenis ikan dunia dengan 46 divecites teridentifikasi (salah satunya Marimabuk), 942 spesies ikan, 90.000 Ha terumbu karang, karang Atol Kaledupa dengan panjang 48 km dan merupakan karang Atol terpanjang di Dunia (Operation Wallasea, 2006). Terdapat 11 sumber daya penting yang perlu dikelola sebagai modal pembangunan Kabupaten Wakatobi yakni Terumbu Karang Cincin (Atoll reef, Terumbu Karang Tepi (fringing reef), Terumbu Karang Penghalang (barrier reef), Gosong Karang (patch reef), Bakau (mangrove), Daerh pemijahan ikan (SPAGs), Padang Lamun (Seagrass), Daerah Upwelling, Tempat bertelur Brung Pantai, Daerah terlihatnya paus dan lumba-lumba (cetacean) dan Pantai Peneluran Penyu (BTNW-TNC/WWF, 2006). Kabupaten Wakatobi di sebelah Utara berbatasan dengan Laut Banda, di sebelah Selatan dengan Laut Flores, di sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda dan sebelah Barat berbatasan dengan Laut Banda.

Kabupaten Wakatobi memiliki luas wilayah daratan ± 823 km2 atau hanya sekitar 4,5 persen dari total wilayah Kabupaten Wakatobi secara keseluruhan. Sisanya merupakan wilayah perairan laut yang luasnya mencapai ±19.200 km2. Kabupaten Wakatobi terdiri dari 8 Kecamatan. Kabupaten Wakatobi terdiri dari 8 Kecamatan yaitu :
a. Kecamatan Binongko
b. Kecamatan Togo Binongko
c. Kecamatan Tomia
d. Kecamatan Tomia Timur
e. Kecamatan Kaledupa
f. Kecamatan Kaledupa Selatan
g. Kecamatan Wangi-Wangi
h. Kecamatan Wangi-Wangi Selatan
Kecamatan yang paling luas wilayahnya adalah Kecamatan Wangi-Wangi dengan luas 241,98 km2 atau 29,40 persen terhadap total luas wilayah Kabupaten Wakatobi. Sedangkan kecamatan yang memiliki luas terendah adalah Kaledupa dengan luas 45,5 km2 atau sekitar 5,5 persen dari luas Kabupaten Wakatobi.
Tarian Lareangi di Pulau Kaledupa Kabupaten Wakatobi

Kasida Rebana Binongko Kabupaten Wakatobi

Sabtu, 09 Juni 2012

Laporan Hasil Studi Banding Staf Ahli Bupati Kabupaten Wakatobi

I.    PENDAHULUAN
 A.    Rasionalitas
 1.     Kedudukan Staf Ahli
Jabatan Staf Ahli dalam roda pemerintahan sesungguhnya merupakan jabatan yang sangat strategis, karena merupakan “otak” atau “konsultan” kepala daerah di bidang tertentu atau istilah kerennya ‘Tim Kreator Pemerintah Daerah’. 
Keberadaan Staf Ahli  diharapkan dapat memberikan masukan dalam mengambil kebijakan yang tepat mengenai program pembangunan yang akan dijalankan sesuai dengan kekhususan bidangnya.
Staf Ahli Kepala Daerah merupakan suatu jabatan baru yang diamanatkan PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dan Permendagri 57 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah.
Terbentuknya jabatan ini dilatarbelakangi terpilihnya kepala daerah yang berasal dari berbagai kalangan, sehingga tidak semua kepala daerah memiliki pengalaman di bidang pemerintahan.  Untuk itu, dibutuhkan pendamping kepala daerah yang dapat memberikan saran pertimbangan terkait bidang politik, hukum, pemerintahan, perekonomian dan keuangan serta kependudukan dan sumber daya manusia.
Dalam posisi demikian staf ahli harus selalu memotivasi dirinya agar senantiasa menambah wawasannya, baik melalui literatur, internet, sosialisasi, maupun bintek dan diklat, sehingga betul-betul menjadi ahli di bidangnya. Dalam proses menuju ‘Ahli’ tersebut ‘Ahli’ nya staf ahli juga dapat ditingkatkan dengan selalu mengikuti berbagai pertemuan, diskusi, pembahasan rancangan peraturan daerah atau peraturan bupati, bahkan melakukan studi banding untuk melihat kemajuan daerah lain agar bisa menjadi sumber inspirasi dalam memberikan telaahan kepada kepala daerah dan sebagainya,  Motonya, “Staf Ahli Harus Ahli”.
Selain itu dalam memberdayakan staf ahli tersebut, para Satuan Kerja Perangkat Daerah dan semua unit kerja harus terbuka dalam memberikan informasinya.  Mereka harus rutin mengirimkan data-data dan informasi kepada staf ahli terkait.  Dan bila tidak tersedia, staf ahli juga harus proaktif menghubungi SKPD ataupun mencari dari berbagai sumber, baik koran lokal, nasional dan sumber-sumber lainnya.
Hal yang paling penting sesungguhnya adalah, bahwa staf ahli tidak perlu terlibat secara teknis.  Staf ahli hanya memberikan telaahan dan bila disetujui oleh bupati, yang menindaklanjuti adalah SKPD atau unit kerja penanggungjawab.  Ini juga yang kadang-kadang disalahartikan oleh para staf ahli itu sendiri, yang akhirnya bukan berperan sebagaimana yang diharapkan, tetapi ‘nyerempet-nyerempet’ ke asisten.  Disinilah peran penting kepala daerah mencermati pembagian tugas semua stafnya agar tidak menyalahi tugas utama staf ahli, yakni memberikan masukan kepada kepala daerah, baik diminta atau tidak diminta.
Staf ahli karena bekerja sendiri, seharusnya juga selalu menjalin komunikasi dengan sesama staf ahli.  Dampaknya bagus, karena dengan selalu bertukar pikiran akan menimbulkan inspirasi, gairah dan motivasi untuk terus berkreasi membangun daerahnya.
Beberapa rekomendasi yang dihasilkan meliputi beberapa hal, antara lain: Pemanfaatan staf ahli secara optimal, utamanya dengan mengisi formasi 5 orang staf ahli di setiap daerah, yakni : staf ahli bidang hukum & politik, staf ahli bidang pemerintahan, staf ahli bidang pembangunan, staf ahli bidang kemasyarakatan & SDM dan Staf Ahli bidang ekonomi & keuangan.
Mengenai tupoksi Staf Ahli, Kepala Daerah diharapkan dapat menerbitkan Peraturan Kepala Daerah tentang :
  1. Penjabaran uraian tugas, fungsi dan kewenangan staf ahli,
  2. Dilibatkan pada alur tata naskah di lingkungan Pemerintah Daerah.
  3. Dukungan alokasi anggaran;
  4. Dukungan tenaga staf yang khusus membantu staf ahli;
  5. Dukungan sarana dan prasarana kerja antara lain kendaraan dinas, unit komputer/laptop/printer, dan ruang kerja yang memadai disesuaikan dengan eselonering dan kemampuan daerah masing-masing;
  6. Kedudukan protokoler staf ahli.
Uraian tugas, fungsi dan kewenangan staf ahli yang dimaksud antara lain: dalam hal mewakili kepala daerah, turut melakukan telaahan dan membubuhkan paraf serta pada konsep naskah dinas terutama naskah dinas yang mengandung dampak hukum, wajib hadir dalam rapat pimpinan lengkap, rapat forum koordinasi pimpinan daerah, rapat pimpinan terbatas dan atau rapat–rapat lain.
Dalam rangka meningkatkan kapasitasnya, pemda melalui bagian umum setda diharapkan telah mengalokasikan  anggaran  koordinatif  Staf Ahli Bupati/Walikota sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun, serta memberikan dukungan sarana, prasarana dan teknis operasional staf ahli sesuai dengan kemampuan daerah masing-masing.
2.     Keadaan Staf Ahli di Daerah.
Staf ahli Kepala Daerah,suatu jabatan baru sesuai dengan PP 41 Tahun 2007 secara teoritis suatu jabatan yang sangat strategis, karena merupakan “otak” atau “konsultan” Kepala Daerah dibidang tertentu atau bisa disebut juga tim kreator di pemerintah daerah. Tetapi yang sebenarnya adalah tergantung kepada kepala daerah dan staf ahli tersebut.
1.  Kalau kepala daerah tidak memilih berdasarkan keyakinan ia mampu dan mempunyai keahlian dibidangnya, tentu kepala daerah tersebut sudah apriori terlebih dahulu, sehingga tidak akan memperhatikan masukan dari yang bersangkutan. Seharusnya hal yang demikian tidak perlu terjadi kalau kepala daerah objektif dalam memilih orang yang diangkat, tetapi bisa dengan alasan lain kepala daerah menunjuk dan mengangkat orang tersebut, sehingga tidak menimbulkan akibat staf ahli tidak berfungsi dan bisa frustasi.
2.  Staf Ahli sendiri, kalau mereka menyikapi jabatan staf ahli adalah suatu amanah dan cocok dengan keahliannya, ia bisa bekerja dan mereka akan tenang sebagai staf ahli, sebaliknya kalau yang bersangkutan tidak mempunyai kemampuan sebagai staf ahli, masih merasa pejabat struktural yang punya power, anak buah, berbagai fasilitas, tidak mampu segera beradaptasi dengan jabatan baru, staf ahli menjadi jabatan neraka ber AC, atau frustasi sepanjang hari, tidak produktif dan akan semakin jauh dengan kepala daerah, sebaiknya cepat minta pensiun.
Tugas Staf Ahli, harus sesuai dengan Tupoksi staf ahli tersebut, nomenklatur dan tupoksi staf ahli masing-masing daerah tidak sama, namun sebagai garis besar kelaziman pada Kementrian atau Departemen adalah.
a.  Memberikan masukan kepada kepala daerah baik diminta maupun tidak. (proaktif dan kretifitas sendiri) sesuai bidang keahliannya.
b.  Memberi pertimbangan tertentu terhadap sesuatu kasus, diminta atau tidak kepada kepala daerah.
c.  Masukan tersebut baik secara lisan maupun secara tertulis secara langsung, karena tidak etis staf ahli memberi masukan kepada kepala daerah diketahui olah orang banyak. (bagaimana pula memberi nasehat/masukan dengan bersorak) kecuali kepala daerah yang meminta pendapat pada rapat.
Staf ahli bisa bekerja bila mereka terbuka dengan semua data/informasi yang ada di pemerintah daerah tersebut maka semua unit harus terbuka informasi kepada staf ahli. Data/informasi yang dibutuhkan staf ahli tidak selalu tersedia, maka seluruh SKPD terkait harus mau memberikannya. Dan sebaliknya seorang staf ahli secara proaktif mengumpulkan data dan informasi sesuai dengan bidang tugasnya dari berbagai sumber seperti koran lokal, koran nasional dan koran daerah lain, internet dan sumber-sumber lainnya. Suatu kasus yang terjadi diderah lain tidak tertutup kemungkinan akan terjadi pula didaerah sendiri. Dengan mengkaji hal-hal yang terjadi daerah lain, staf ahli sudah punya konsep pemecahan, bila ada kemungkinan akan terjadi didaerah sendiri, staf ahli telah memberi masukan kepada kepala daerah, sehingga kepala daerah tidak terdadak dengan keadaan yang tidak diinginkan.
Staf ahli juga mengamati perkembanga didaerah lain, dengan demikian akan ada ide-ide kreatif dari staf ahli yang disampaikan kepada kepala daerah, bila ide tersebut bisa diterima oleh kepala daerah, tentu akan ditindak lanjuti oleh unit yang bertanggung jawab. Semuanya ini dikerjakan sendiri, tanpa ada staf. Semenjak pengumpulan data/informasi, mengolah, menganalisasa, sampai menyajikan pada kepada kepala daerah baik lisan atau tulisan. Bila direspon oleh kepala daerah, maka staf ahli sendiri yang berargumen tanpa bantuan orang lain pula.
Kalau demikian tugas seorang staf ahli, mecari seorang ahli tidaklah mudah, apalagi kalau di kabupaten/kota . Sumber daya manusianya sangat terbatas karena:
1.  Terbatasnya seorang ahli untuk spesialis tertentu di Pemerintah Daerah, dengan latar belakang keilmuan dan pengalaman yang pas, karena pejabat umumnya orang generalis lebih cendrung memehami manajemen/administrasi pemerintah. Sedangkan staf ahli adalah pegawai negeri sipil aktif. Namun staf ahli dapat konsultasi kepada pakar yang ada didaerah tersebut.
2.  Di rekrut dari perguruang tinggi kuat dengan ilmiah, tetapi kurang memahami administrasi/ manajemen pemerintah dan aturan-aturan yang melekat. Tetapi mereka sudah biasa kerja mandiri, menganalisa dan menulis.
3.  Sumber staf ahli lainnya adalah widyasura di Diklat Pemda, sebagian dari widiyaswara telah unzur, tidak mengikuti perkembangan pemerintahan dan tenaga yang potensial pun terbatas. Kalau widyasura yang tidak pernah bekerja di operasional, mereka akan seperti dosen perguruan tinggi.
4.  Yang mendekat ideal adalah mantan pejabat eselon II atau mantan pejabat esolon III senior yang masih aktif. Kelemahannya adalah, mereka ini sudah tidak biasa bekerja sendiri, terbiasa menggunakan staf yang banyak, sudah sudah tidak terlatih lagi melakukan analisa dan menulis laporan, dan kebanyakan tidak bisa atau terbiasa menggunakan ICT.
Kelemahan dari nomor 4 ini akan dapat diatasi dengan:
a.  Melengkapi satu kelompok staf ahli dengan staf pelaksana orang yang bisa menggunakan komputer untuk pengetikan, jemput-jemput data ke instansi dan membantu untuk mejelajah di internet.
b.  Kepala daerah secara proaktif meminta pendapat para staf ahli, sehingga staf ahli merasakan manfaatnya dalam organisisi, membangkitkan harga diri, dengan demikian mereka akan sangat produktif.
c.   Staf ahli baik perorangan maupun bersama diikut sertakan pada rapat staf terkait, sehingga akses informasi kepada mereka terpelihara. Dalam hal ini juga termasuk mengikut sertakan staf ahli dalam kunjungan kerja dan membuat laporan sendiri, bisa saja laporan staf ahli berbeda dari laporan staf tidak masalah, karena sudut pandang yang berbeda, staf struktural ada kepentingan, staf ahli netral saja, sehingga laporan HBS dapat dikurangi.
d.   Memfasilitasi staf ahli melakukan pengamatan di masyarakat, dunia usaha, karena laporan staf ahli yang berdasarkan keahliannya akan sangat berguna sebagai Second Opinion bagi kepala daerah.
e.  Staf operasional sangat sibuk dengan kesehariannya, sedangkan staf ahli mengamat, menganalisa segala hal, maka staf ahli akan banyak mengeluarkan ide kreatif dalam koridor kebijakan yang ada, maka staf ahli difungsikan sebagai tim kreator pemerintah daerah.

Kepala daerah kurang baik membunuh karakter seorang staf ahli, dengan menjadikan mereka ketimun bungkuk dalam organisasi, karena apapun dan bagai manapun staf ahli dipilih, ditunjuk dan diangkat oleh kepala daerah, artinya kalau staf ahli dijadikan ketimun bungkuk yang salah kepala daerah karena tidak bijak dan teliti waktu memilih. Staf ahli bisa dan biasa mengeluarkan pendapat yang berbeda dengan kepala daerah, karena memandangnya berbeda, pandang yang berbeda itulah yang akan dapat menyempurnakan kebijakan. Perbedaan pendapat dengan staf ahli diperlukan kalau organisasi mau jalan dengan baik.
Namun staf ahli juga punya etika, antara lainTidak boleh membocorkan apa-apa yang diimput kepada kepala daerah apa lagi kepada media massa, kecuali atas kehendak kepala daerah. Jadi masukan kepada kepala daerah sebaiknnya langsung, tidak dibaca oleh orang lain. Jangan kecewa masukan dari staf ahli tidak dilaksanakan oleh kepala daerah, karena  ada pertimbangan lain, yakini diri masukan staf ahli sudah menjadi pertimbangan oleh kepala daerah, dan yang bertanggung jawab adalah kepala daerah, bukan staf ahli.

3.   Studi Banding
Study banding adalah proses menggali ilmu khusus tentang kelebihan tempat lain. Hasil study banding adalah informasi-informasi penting yang bisa digali di lingkungan yang dikunjungi dan harus membawa hasil konkret yang menggembirakan sekaligus menghasilkan progress report yang bisa dijadikan data pembanding di tempat kita.
Dan yang paling penting, hasil study banding diselaraskan dengan kondisi riil di tempat kita saat ini dan kemudian diimbuhi dengan perencanaan-perencanaan matang tentang apa dan bagaimana program ke depan akan dijalankan. Jadi, kegiatan ini harus menjadi proses penggalian yang utuh, komprehensif, holistik dan tidak disisipi dengan niatan mengambil keuntungan tidak populis–cuma jalan-jalan (baca- nyuci mata).
Studi banding tidak hanya diartikan melakukan kunjungan ke luar daerah. Tetapi yang terpenting adalah merupakan proses pembelajaran dari satu tempat yang dianggap lebih mapan dan maju. Pada umumnya pelaksanaan studi banding berarti untuk menambah wawasan kita tentang tempat lain, untuk menimba pengalaman baru di ditempat lain, untuk membandingkan tempat kita dengan tempat lain, dan untuk menambah cakrawala berfikir kita.

B.  Tujuan
Pelaksanaan studi banding ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1.   Tujuan Umum
Pelaksanaan Studi Banding ini bertujuan untuk melihat pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah  pasal 36 dan pasal 37 serta Permendagri 57 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Purbalingga dibandingkan dengan pelaksanaan di Kabupaten Wakatobi dalam rangka penyelenggaraan institusi Staf Ahli dan pengembangan pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsinya.

2.  Tujuan khusus.
a)  Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman Staf Ahli.
b)  Memperluas wawasan dalam rangka pengembangan institusi Staf Ahli yang sementara berkembang.
c)  Peningkatan kualitas adiministrasi penyelenggaraan Staf Ahli.
d)  Penataan sarana dan prasaranan pendukung pelaksanaan kegiatan dan telaahan berbagai bidang tugas staf ahli.

C.  Manfaat

 Hasil studi banding ini diharapakan dapat bermanfaan :
1.  Untuk menambah pengetahuan praktis peserta studi banding (Staf Ahli Kabupaten Wakatobi) mengenai proses penyelenggaraan yang menyangkut dasar hukum dan pengembangannya terhadap keberadaan staf Ahli di Daerah.
2.   Untuk menambah pengetahuan praktis peserta Studi Banding (Staf Ahli Kabupaten Wakatobi) mengenai proses penyelenggaraan manajemen institusi yang menyangkut personalia dan sarana-prasarana pendukung dalam pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Staf Ahli.
3.   Untuk menambah pengetahuan praktis peserta Studi Banding (Staf Ahli Kabupaten Wakatobi) mengenai proses penyusunan telaah terhadap bidang tugas masing-masing staf Ahli dalam rangka memberikan saran dan masukan kepada /bupati.

 
II. LAPORAN HASIL PELAKSANAAN STUDI BANDING

Keberadaan jabatan staf ahli bupati, selama ini dikonotasikan sebagai jabatan “buangan” yang lebih banyak dihuni oleh orang-orang “bermasalah”. Konotasi negative itu menjadikan pejabat staf ahli bupati terbebani dan tidak dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) dengan maksimal. Padahal sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dan Permendagri No. 57 /2007 tentang Petunjuk Tehnis Penataan Organisasi Perangkat Daerah, Fungsi staf ahli bupati sangat penting. Diantaranya memberikan telaah permasalahan pemerintahan daerah sesuai bidang tugas masing-masing.
Atas dasar permasalahan tersebut diatas maka salah satu upaya yang dapat dilakukan  adalah studi banding dari suatu daerah terhadap daerah lain dengan maksud untuk mempelajari sisi-sisi positif dari daerah tujuan untuk selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam mekanisme pengelolaan dari daerah asal staf ahli yang melakukan studi banding.

Untuk kepentingan ini maka peserta studi banding hendak menjelaskan serta membandingkan beberapa aspek sehubungan dengan obyek studi banding antara staf Ahli Kabupaten Purbalingga dengan Staf Ahli Kabupaten Wakatobi berdasarkan sasaran yang telah ditetapkan yaitu menyangkut dasar hukum Tugas Pokok dan Fungsi Staf Ahli, penyelenggaraan manajemen yang menyangkut personalia dan sarana prasarana pendukung pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Staf Ahli dan hasil-hasi telaahan bidang tugas Staf Ahli.

A.  Bidang Hukum

1.  Kabupaten Wakatobi
Pengangkatan Staf Ahli di Kabupaten Purbalingga mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah  pasal 36 dan pasal 37 serta Permendagri 57 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah. Berdasrkan peraturan tersebut di atas telah ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi Nomor … Tahun ….. tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Wakatobi. Berdasarkan Peraturan Daerah tersebut telah diangkat sebanyak 3 orang Staf Ahli dengan pembidangan sebagai berikut : 1) Staf Ahli bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik; 2) Staf Ahli bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia, dan 3) Staf Ahli bidang Pembangunan, Ekonomi dan Keuangan. Sebagai pedoman/panduan pelaksanaan tugas telah disusun Rancangan Keputusan Bupati Wakatobi Tentang Tugas Pokok dan Fungsi Staf Ahli. Diharapkan Rancangan Keputusan ini segera ditandatangani yang kelak menjadi pedoman/panduan pelaksanaan kegiatan Staf Ahli Kabupaten Wakatobi.
2.  Kabupaten Purbalingga
Sebagaimana di Kabupaten Wakatobi pengangkatan Staf Ahli di Kabupaten Purbalingga juga mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah  pasal 36 dan pasal 37 serta Permendagri 57 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah. Berdasarkan peraturan tersebut di atas telah ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 4 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Purbalingga. Berdasarkan Peraturan Daerah tersebut telah diangkat sebanyak 5 orang Staf Ahli dengan pembidangan sebagai berikut : 1) Staf Ahli bidang Hukum dan Politik; 2) Staf Ahli bidang Pemerintahan, 3) Staf Ahli bidang Pembangunan, 4) Staf Ahli bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia, dan 5) Staf Ahli bidang Ekonomi dan Keuangan. Di Kabupaten Purbalingga telah ditetapkan Keputusan Bupati Purbalingga Tentang Tugas Pokok dan Fungsi Staf Ahli sebagai pedoman/panduan pelaksanaan kegiatan Staf Ahli dilingkungan Kabupaten Purbalingga.

B.    Dukungan personalia

1.  Kabupaten Wakatobi
Staf Ahli Kabupaten Wakatobi terdiri dari 3 orang masing-masing diangkat oleh Bupati pada jenjang eselon II/b yang terdiri dari :

a.  Drs. H. La Ode Amaruddin (Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia), Sebelum diangkat ke Staf Ahli beliau adalah Kepala Dinas PU juga pernah menjadi Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transimigrasi Kabupaten Wakatobi.

b.   Drs. H. Hasirun Ady, M.Si (Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Politik dan Hukum). Sebelum diangkat ke Staf Ahli beliau adalah Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wakatobi.

c.   H. Subair, S.IP, M.Si (Staf Ahli Bidang Pembangunan, Ekonomi dan Keuangan) Sebelum diangkat ke Staf Ahli beliau adalah Sekretari Badan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Wakatobi.

Dalam pelaksaan tugasnya masing-masing Staf Ahli bekerja mandiri mulai dari kegiatan pengumpulan data dan informasi, analisis situasi dan permasalahan sampai pada kegiatan pengetikan hasil-hasil telaahan bidangnya masing-masing. Untuk kelancaran kegiatan dibantu oleh seorang tenaga administrasi yang melayani pengetikan surat-surat, agenda dan distribusi surat-surat, penataan ruang kerja Staf Ahli dan lain-lain.
2.  Kabupaten Purbalingga
Staf Ahli Kabupaten Purbalingga terdiri dari 5 orang masing-masing diangkat oleh Bupati pada jenjang eselon II/b yang terdiri dari :
a.     Basuki Rachmat SH (Staf Ahli Bidang Hukum dan Politik)
b.     Ir Bambang D Sumarsono MPA (Staf Ahli Bidang Pemerintahan).
c.     Ir Indiastuti MS (Staf Ahli Bidang Pembangunan)
d.     Drs Pratikno Widiarso, M.Si (Staf Ahli Bidang  Kemasyasyarakatan dan Sumber Daya Manusia)
e.     Ir Gunarto (Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Keuangan)

Semua Staf Ahli di Kabupaten Purbalingga diangkat dari mantan Pejabat Kantor Kemenrian dan Kantor Badan-Badan lain di tingkat Pusat.

Dalam pelaksaan tugasnya masing-masing Staf Ahli juga bekerja mandiri menganalisis situasi dan permasahan dan dalam kegiatan pengumpulan data dan informasi bekerjasama dengan SKPD di lingkungan Pemda Purbalingga dan Bagian-Bagian dilingkungan Sekretariat Daerah. Sementara kegiatan administrasi, persuratan, pengetikan dan publikasi hasil-hasil telaahan dan lain-lain dibantu oleh sekretariat setingkat eselon IV/a

C.    Sarana-prasarana

1.  Kabupaten Wakatobi
Dalam melaksanakan tugasnya Staf Ahli dan Staf Khusus Bupati Wakatobi menempati ruang kerja berukuran 7m x 4m dengan dukungan fasilitas meja kursi untuk masing-masing Staf Ahli, satu buah printer, satu buah lemari buku. Ruangan dilengkapi dengan AC dan Toilet. Sementara Tenaga pelayanan Administrasi persuratan menempati ruangan lain ukuran 7m x 4m bersama Staf Sekretaris Bupati/Wakil Bupati, ruangan ini dilengkapi dengan sarana administrasi berupa 6 pasang meja kursi kerja, 1 unit computer dan printer, 1 buah televise, 1 buah lemari buku/perpustakaan. Untuk kelancaran komunikasi dan informasi pelaksanaan tugasnya Staf Ahli diberikan kendaraan roda empat (2 buah) dan kendaraan roda Dua (1 buah) juga akses internet dan langganan Koran local dan nasional.

2.  Kabupaten Purbalingga
Untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya masing-masing Staf Ahli diberikan ruangan kerja ukuran 4m x 6m yang dilengkapi dengan meja kursi Staf Ahli, meja kursi tamu, lemari buku, toilet dan fasilitas AC. Setiap Staf Ahli mendapat fasilitas Laptop dan akses internet. Sementara Staf Administrasi. menempati ruangan ukuran 4m x 7m yang dilengkapi dengan sarana administrasi berupa computer, printer, lemari buku/perpustakaan dan lain-lain. Untuk kelancaran komunikasi dan informasi dalam pelaksanaan tugasnya masing-masing Staf Ahli diberikan kendaraan roda empat dan langganan Koran local dan nasional.

D.    Hasil-hasil Telaahan

1.  Kabupaten Wakatobi
Pelaksanaan telaahan dilingkungan Staf Ahli Kabupaten Wakatobi baru sebatas telaahan terhadap surat-surat masuk dan beberapa kajian tetang penataan manajemen birokrasi pemerintahan, sementara bidang lain masih dalam pengumpulan data dan informasi serta upaya menemukan format yang tepat agar hasil-hasil telaahan dapat memberikan informasi yang tepat kepada Bupati. Kegiatan telaahan ini akan berjalan efektif setelah Keputusan Bupati tentang Tugas Pokok dan Fungsi Staf Ahli diundangkan.

2.  Kabupaten Purbalingga
Kegiatan telaahan dilingkungan Staf Ahli Kabupaten Purbalingga telah berjalan baik. Disamping telaahan terhadap surat-surat masuk juga setiap Staf Ahli telah melakukan kajian dan analisis terhap bidang tugasnya masing-masing. Hasil-hasil kajian yang mendapat persetujuan Bupati telah disajikan dalam edisi lux dan dipublikasin ke berbagai instansi dilingkungan pemerintah Kabupaten Purbalingga bahkan ada yang dipublikasikan ke masyarakat luas. Buku hasil-hasil telaahan dimaksud antara lain, Wisata Kuliner Kabupaten Purbalingga, Misteri Batu Klawing, Jejak-jejak Peradaban di Purbalingga, Kilas Sejarah Purbalingga, Jejak-jejak Pembangunan Purbalingga, Dengan Semangat Jenderal Sudirman Purbalingga berjuang dan membangun dan lain-lain.

 
III.  PENUTUP 

Bahwa dalam pengelolaan keempat obyek studi banding (Bidang hukum, dukungan personalia, sarana dan prasarana, dan hasil-hasil telaahan) terdapat perbedaan dan persamaan yang lebih diakibatkan adanya perbedaan geografis, demografi, dan kondisi sosial dari kedua daerah kabupaten yang diperbandingkan.
Penulis menyadari bahwa laporan hasil studi banding ini masih terdapat kekuarangan dan keterbatasan baik dalam pengamatan, pendataan, dan penyusunannya, untuk itu diharapkan pada Bapak Bupati Wakatobi dan Bapak Bupati Purbalingga dan para pembaca lainnya untuk dapat memberikan masukan yang konstruktif untuk perbaikan selanjutnya.
Kepada semua pihak yang telah membantu memberi sumbangan pemikiran dan saran-saran dalam perbaikan/penyempurnaan penyusunan laporan studi banding ini, terlebih khusus kepada Bapak Sekda Kabupaten Wakatobi dan Bapak Sekda Kabupaten Purbalingga serta rekan-rekan Staf Ahli Kabupaten Purbalingga diucapkan terima kasih.  

Purbalingga, 13 Desember 2011 
H. Subair, S.IP, M.Si
Drs. H. Hasirun Ady, M.Si